Nagari Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Awalnya hanya sebagai tempat persinggahan dalam Ekspedisi menuju timur Pulau Jawa, namun terlanjur bunda terpikat dengan sejarah Kota Solo dan wisata alam yang terdapat di wilayah sekitarnya. Rencana menginap semalam, ‘molor’ menjadi 3 malam di Nagari Kasunanan Surakarta Hadiningrat *wow, mendengar namanya saja sudah berkesan sakti dan ningrat!*
Bocah lanangnya bertanya, “Kenapa Surakarta disebut Solo?”. Ibunya yang berpura-pura pintar berusaha menerangkan mata pelajaran sejarah secara singkat dalam bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti oleh prajurit unyu –dan seakan ia masuk ke alam dongeng dengan senandung alunan gamelan Jawa sebagai latarnya.
“Bahwasanya djaman mBah Oeyoet dahoeloe, tepatnya di Kerajaan Mataram pada tahun 1742, orang-orang Tionghoa (yang mendapat dukungan dari orang-orang Jawa anti VOC) memberontak melawan kekuasaan Raja Pakubuwana II yang bertakhta di Ibukota Kartasura. Dengan bantuan Belanda (VOC), sang raja dapat menumpas pemberontakan tersebut dan berhasil merebut kembali singgasananya. Tapi sayang, raja menemukan bangunan istana Keraton Kartasura telah hancur luluh lantak.. tak tak neng nang ning dung gong.. *bunda menghayati cerita seraya melafalkan bunyi gamelan biar (+) afdol*
Nah, hancurnya bangunan keraton dianggap telah menghilangkan kesaktian dan wibawa kerajaan. Maka sang baginda raja memerintahkan narapraja untuk mencari lokasi ibukota Kerajaan Mataram yang baru. Dibangunlah istana keraton baru berjarak 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, tepatnya di Desa Sala –tanahnya dibeli dari Pak Lurah bernama Kyai Sala– tak jauh dari sungai Bengawan Solo *bunda pun mendendangkan lagu Bengawan Solo biar (++) afdol*
Pada tanggal 17 Februari 1745, Baginda Sunan PakuBuana II pindah ke istana baru dan memiliki nama nagari yang baru yaitu Kerajaan Surakarta Hadiningrat. Peristiwa ini dijadikan sebagai hari lahir Kota Solo.
Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan Kesultanan Mataram oleh Pakubuwana II kepada VOC pada tahun 1749. Setelah [simple_tooltip content=’Perjanjian antara VOC dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu Sunan Pakubuwono II dan Pangeran Mangkubumi, menyepakati bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta.’]Perjanjian Giyanti[/simple_tooltip] tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Sejarah nama Kota Solo/Sala sendiri dikarenakan daerah ini dahulu banyak ditumbuhi tanaman pohon Sala (sejenis pohon pinus). Sala berasal dari bahasa Jawa aseli –ciri khas orang Jawa gemar menggunakan akhiran ‘O’ seperti: ojo ngono, aku rapopo, soponyono– pada akhirnya orang-orang mengenalnya dengan nama Kota Solo.
Jadi, Surakarta merupakan nama resmi kota ini dan Solo itu adalah nama gaulnya.. *ocehan bunda semakin asal*. Begitulah anak-anak, sudahkah kalian mengerti?”. Cah lanangnya kembali bertanya, “Di Desa Sala ada Starbucks gak?”. *GGrrhhhhh! Bunda menggeram*
Setelah berdirinya Repoeblik Indonesia, selama 10 bulan Surakarta sempat berstatus sebagai daerah istimewa setingkat provinsi, yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Surakarta. Ketika Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota otonom di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah.
Nagari Surakarta masa kini tlah menjelma sebagai kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia. Solo pun menjadi pusat perdagangan dan tujuan wisatawan. Mencantum slogan pariwisata “Solo, The Spirit of Java” (Jiwanya Jawa), merupakan upaya pencitraan kota Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa.
Memang benar, kebudayaan Jawa seolah tak ada habisnya! Berikut Koperbunda Highlight:
- Tidak ber(+++) afdol datang ke Solo bila belum merapat ke Keraton Kasunanan Surakarta. Gunakan jasa seorang tour guide (abdi dalem keraton) guna memperoleh pencerahan eh penjelasan secara kompréhénsif. Simak sewaktu Pak abdi dalem menyebutkan nama asli Raja PB III yang sungguh panjang dalam satu tarikan nafas dan tidak boleh terputus! Anda juga dapat menikmati arsitektur Jawa pada tiap bangunan di dalam kompleks keraton yang turut menampilkan koleksi benda pusaka para raja. Sayang sekali sebagian besar bangunan istana kurang terawat, begitu juga dengan kondisi peninggalan objek bersejarah tampak usang dan terabaikan.
- Setelah puas menyambangi keraton, segera puaskan dahaga anda di depan Masjid Keraton Paromosono dengan suguhan es dawet ayu yang diseruput langsung dari wadah tanah liat. Cicipi juga tempe gembos dan sate kéré berupa kikil dan iso/usus sapi disiram saus pecel (biar kéré tetap maknyos!). Jangan lewatkan jamuan khas Solo yaitu selat solo Bu Lies, tengkleng Bu Edi, serta wedang jahe+cabe rawit+jalapeño ala Bu Bunda 😆
- Mau yang lebih khas wong Solo, silahkeun datang ke wedangan Café Tiga Tjeret yang dikemas dalam konsep urban. Hanya dengan harga 10ribu Rupiah anda dapat menikmati varian nasi bungkus (nasi bandeng, nasi teri, nasi granat) atau disebut juga nasi kucing, minuman wedang rempah-rempahan, bonus bothok telor asin 🙂
- Bila ingin mencicipi hidangan para raja, Omah Sinten menawarkan kuliner khas Keraton Mangkunegaran. Menu andalannya adalah Garang Asem Bumbung yang masih dimasak sesuai cara asli tradisi keraton.
- Selaku Tripadvisor’s Travelers Choice 2015 Winner, Museum Batik Danar Hadi – dinobatkan sebagai museum yang mempunyai koleksi kain batik terbanyak oleh MURI (Museum Rekor Indonesia)– berstatus must visit. Memiliki koleksi batik kuno yang usianya sudah ratusan tahun (beberapa ribu tahun lagi menjadi fosil!) hingga batik kontemporer yang dihimpun dari dalam maupun luar nagari. Disini anda dapat belajar tentang sejarah batik, menyaksikan proses pembuatan batik, sekalian belanja baju batik, untuk dikenakan di Hari Batik!
- Jika belanja batik Danar Hadi dirasa cukup menguras kantong, anda dapat mendatangi Kampung Batik Laweyan, Kauman dan Pasar Klewer yang menawarkan a wide range of affordable batik textiles and clothing. Dan bila hobby anda mirip dengan old fashioned bunda yang gemar berburu barang antik-rikiplik, beragam koleksi barang kuno dapat dibeli sebagai souvenir di Pasar Triwindu.
- Acara dolan ke Solo belum lengkap bila tidak menyapa Kebo Bule di Alun-Alun Selatan, JJS (Jalan-Jalan Sore) di Taman Sriwedari, menggenjot becak kelap-kelip di Stadion Manahan, serta bermain air di Pandawa Water World Solo Baru.
- Berbekal 2 kotak Serabi Notosuman, kelana bunda pergi berkunjung ke Candi Cetho, Kethek, Sukuh dan Situs Plagatan yang terdapat di kaki Gunung Lawu Kab. Karanganyar, sekitar 2 jam arah timur Solo. Yang menarik minat bunda adalah penemuan “Piramida di tengah hutan”, diberi nama Candi Kethek (Candi Kera). Walau berada di kawasan yang sama dengan Candi Cetho, namun karena letaknya tersembunyi di tengah hutan Gn. Lawu, menjadi jarang dikunjungi dan diketahui oleh para wisatawan. Untuk mencapai candi ini pun penuh perjuangan. Kelana tjilik harus berjalan kaki melalui jalan setapak bersebelahan dengan jurang, menyeberang sungai dan mendaki bebatuan. Meski menantang, terbayar dengan pemandangan alam yang tersaji di sepanjang jalan. Nantikan kisah perjuangan armada bunda menuju “Negeri di atas awan” pada episode KoperBunda selanjutnya 😉
- Nikmati afternoon tea Rumah Teh Ndoro Donker di area kebun teh Desa Kemuning Karangnyar; sebelum melaju ke Tawangmangu untuk basah-basahan di air terjun Grojogan Sewu dan Jumog Waterfall.
- Kini anda dapat menjenguk kakek-nenek moyang di ‘komplek pemukiman’ atau cluster Sangiran dan Dayu, sekitar 1,5 jam utara Solo (arah Purwodadi). Museum Manusia Purba Sangiran adalah sebuah museum yang memiliki koleksi fosil-fosil manusia purba, serta memberikan informasi tentang kehidupan manusia dan hewan purba yang ada di situs arkeologi Sangiran sekitar 1 juta tahun yang lalu. Museum manusia purbakala yang (katanya) paling lengkap di Asia ini masuk dalam Daftar Warisan Dunia (UNESCO) sebagai Sangiran Early Man Site. Tunggu kisah unik sang bunda yang mendadak haru biru ketika berjumpa dengan nenek moyangnya!
- Bila anda datang ke Solo bersama rombongan sekelurahan, jangan lewatkan wisata Kereta api uap Jaladara (bahasa Jawa: Sepur Kluthuk Jaladara). Kereta tua buatan Jerman (tahun 1896) yang beroperasi diatas jalur rel di tengah kota Solo ini menggunakan bahan bakar kayu jati, karenanya biaya operasional cukup tinggi untuk anda bayar sendiri (Rp 3,75 juta sekali jalan). Kereta yang melewati beberapa landmark Kota Solo dapat menjadi pengalaman yang unik nan nyentrik, saking uniknya disediakan paket pernikahan diatas Sepur Kluthuk. Berminat? 😉
- Sejarah singkat diatas adalah versi sederhana kala sang bunda bertutur pada anaknya. Sekiranya ingin mengetahui informasi yang lebih bermutu dapat anda simak dalam catatan Mpu Wikipedia tentang Kota Surakarta.
- Simak juga kicauan KoperBunda dalam acara bedah Hotel Alana dan bedah resto di Jalur Sedap.
Itulah sebagian dari sejumlah bedah wisata yang dapat dilakukan di nagari sakti nan ningrat ini. Semoga kelak kita dapat berjumpa lagi. Namun kini saya harus merelakan diri. Ditindih perlengkapan ‘perang’ bunda selama ekspedisi ke ujung timur Jaza’ir al-Jawi.